Chapter 134 BAB 133
Malam hari di sebuah bandara di Pulau Sumatera, Ricko sedang duduk di kursi lobby bersama ratusan penumpang lain. Karena cuaca memburuk, sehingga pesawat yang ditumpangi Ricko mendarat sementara di salah satu bandara di Pulau Sumatera.
Ricko merasa kedinginan karena karena tidak membawa jaket di kopernya. Hujan turun sangat deras ditambah dengan angin badai. Ia ingin memberi kabar Intan atau papanya yang ada di Singapura, tapi sayangnya baterai ponselnya habis karena ia belum sempat mengisi baterai ponselnya tadi pagi. Semua saluran komunikasi terputus karena cuaca yang sangat buruk, sehingga semua penumpang tidak bisa menghubungi kerabatnya juga.
Tidak lama kemudian ada seseorang yang menyodorkan segelas kopi di depan wajah Ricko. Ricko pun mendongak dan melihat seorang wanita tersenyum padanya sambil membawa 2 gelas kopi di kedua tangannya.
“Minumlah! Sepertinya kamu kedinginan,” ujar wanita itu. Ricko pun menerimanya dan wanita itu duduk di samping Ricko.
“Terima kasih,” ucap Ricko setelah menerima segelas kopi itu sambil tersenyum.
Ricko melirik wanita yang duduk di sampingnya itu sambil meminum kopinya. Wanita itu cantik, tinggi, putih, dan sepertinya belum menikah. Wanita itu tahu bahwa Ricko sedang memandanginya, ia pun menoleh dan tersenyum. Ricko yang terpergok sedang memandanginya jadi malu dan tersenyum canggung.
“Namaku Dina,” ujar wanita itu memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangannya pada Ricko.
“Ricko,” balas Ricko sambil membalas uluran tangan Dina.
“Pak Ricko mau ke Singapura juga?” tanya Dina.
“Iya, menjemput orang tua,” jawab Ricko jujur.
“Apa mereka sedang berlibur?” tanya Dina lagi.
“Tidak, papa sedang sakit dan di rawat di rumah sakit. Karena sudah sembuh saya hendak menjemputnya, tapi malah seperti ini,” balas ricko sambil mengangkat kedua bahunya.
“Oh begitu, saya turut senang atas kesembuhan orang tua Pak Ricko,” ujar Dina sambil tersenyum pada Ricko.
“Terima kasih,” balas Ricko singkat.
“Mmm bisakah kita bertukar nomor ponsel?” tanya Dina lagi berharap Ricko menyetujuinya.
“Maaf, ponselku sedang mati kehabisan baterai,” balas Ricko.
“Oh, kalu begitu sebutkan saja nomor ponsel Pak Ricko, biar saya yang menyimpannya, nanti saya yang menghubungi Pak Ricko,” tawar Dina sedikit memaksa.
Ricko pun memberikan nomor ponselnya pada Dina dan Dina menyimpannya. Setelah itu mereka berpisah karena cuaca sudah membaik, sehingga penumpang bisa naik ke pesawat kembali untuk melanjutkan perjalanannya.
Pagi hari Intan menghubungi Vina untuk menanyakan nomor ponsel Romi. Ia ingin bertanya pada Romi barangkali mendapatkan kabar dari Ricko. Vina pun memberikan nomor ponsel kakaknya pada Intan.
Saat Romi sedang berganti pakaian, tiba – tiba ponselnya berdering. Ia melihat layar ponselnya dan melihat nomor asing di sana. Ia ragu – ragu untuk menerimanya, tapi karena sudah berdering beberapa kali, akhirnya ia pun menggeser tombol hijau pada layar ponselnya.
“Hallo,” sapa Romi.
“Mas Romi, ini Intan,” ujar Intan di seberang telepon.
“Ada apa Intan?” tanya Romi heran karena tiba – tiba Intan meneleponnya pagi – pagi sekali.
“Apa Mas Romi tahu kabarnya Mas Ricko?” tanya Intan lansung ke intinya.
“Memangnya ada apa dengan Ricko?” tanya Romi lagi.
“Dari kemarin Mas Ricko nggak ada kabar sama sekali Mas,” jawab Intan lalu terisak tangis.
“Sabar, Ricko pasti baik – baik saja. Aku akan mencari informasi tentang Ricko. Nanti aku akan memberimu kabar. Jangan menangis lagi,” balas Romi dengan lembut.
“Terima kasih Mas,” ucap Intan lalu memutuskan sambungan teleponnya.
Romi pun merasa heran, dari kemarin Ricko memang belum menghubunginya sama sekali. E-mail pun belum ada yang dibalas. Ia mencoba menghubungi nomor ponsel Ricko tapi tidak aktif. Ia pun akhirnya menghubungi pihak penerbangan pesawat yang ditumpangi Ricko, hingga ia pun mendapatkan informasi bahwa pesawat yang ditumpangi Ricko mendarat darurat di salah satu bandara di Pulau Sumatera.