Di Paksa Menikah

Chapter 129 BAB 128

Keesokan harinya Ricko tidak pergi bekerja. Ia ingin mengajak Intan berjalan – jalan di pusat perbelanjaan. Ia ingin mengganti pakaian Intan yang hanya itu – itu saja. Selama menikah ia juga belum pernah membelikan Intan apapun. Saat Ricko selesai mandi dan berganti pakaian, Intan melihat Ricko dengan heran karena tidak memakai pakaian kerja seperti biasanya.

“Mas Ricko enggak kerja?” tanya Intan sambil menyisir rambutnya di depan kaca.

“Tidak. Aku mau mengajakmu jalan – jalan di luar,” balas Ricko sambil berdiri di belakang Intan yang sedang duduk di meja rias sambil menatap pantulan bayangannya di cermin.

“Kemana Mas?” tanya Intan yang selalu ingin tahu.

“Nanti kamu juga akan tahu,” jawab Ricko lalu menarik tangan Intan dan mengajaknya keluar dari dalam kamar untuk sarapan bersama di meja makan.

Di meja makan sudah tersedia kopi dan susu seperti biasanya. Kali ini rasa susu Intan untuk kehamilannya adalah vanila. Ricko sudah mengintruksi kedua asisten rumah tangganya untuk membuatkan susu Intan sesuai dengan jadwal yang ia buat. Hari Senin vanila, Selasa coklat, Rabu mangga, Kamis jeruk, Jum’at moka, Sabtu strowberi, dan Minggu madu.

Setelah Ricko dan Intan duduk di meja makan, Susi membawa makanan ke atas meja makan. Setelah makanan dihidangkan, Intan mengambilkan makanan untuk Ricko seperti biasanya.

“Di mana Bu Ani, Mbak?” tanya Intan pada Susi.

“Tadi pagi Bu Ani mendapat telepon yang mengabarkan bahwa Rena mengalami kecelakaan, dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Tadi pagi Bu Ani buru – buru jadi tidak sempat izin ke Pak Ricko dan tidak mau mengganggu tidurnya Pak Ricko dan Mbak Intan,” jawab Susi menjelaskan.

“Okey,” balas Ricko lalu memulai sarapannya.

Setelah selesai sarapan, kini Ricko dan Intan sudah berada di dalam mobil. Ricko melajukan mobilnya ke sebuah mall untuk mengajak Intan berbelanja. Ricko ingin Intan berbelanja pakaian hamil dan keperluan untuk kuliah nanti.

“Mas, apa kita tidak menengok anaknya Bu Ani?” tanya Intan pada Ricko saat sudah sampai di area parkir mall.

“Tidak usah,” balas Ricko sambil melepas sabuk pengaman.

“Kenapa?” tanya Intan sambil menatap ke arah Ricko.

“Aku tidak mau melihatnya lagi,” jawab Ricko sambil melepaskan sabuk pengaman Intan dan menghadap ke arah wajah Intan. Kini wajah Ricko di depan wajah Intan dengan jarak hanya 5 centimeter. Ricko pun tersenyum lalu memegang tengkuk Intan dan mencium bibirnya.

Tidak berapa lama Intan memukul dada Ricko berkali – kali karena merasa tidak bisa bernafas. Rikco pun melepas ciumannya dan tersenyum lalu mengusap bibir Intan dengan ibu jarinya.

“Ini tempat umum Mas, kamu jangan macam – macam,” sungut Intan kesal karena Ricko menciumnya tidak kenal tempat.

“Tenang saja, kaca mobilku gelap. Jadi aman..,” balas Ricko dengan tersenyum.

Setelah itu mereka keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam gedung mall. Ricko mengajak Intan naik ke lantai dua, di mana semua jenis pakaian wanita dan anak – anak tersedia.

Saat melewati baby shop, Intan melihat pakaian anak laki – laki yang sangat lucu sedang dipajang di bagian paling depan di dalam kaca. Intan pun masuk ke dalam toko dan menghampirinya lalu menyentuh pakaian itu.

“Mas, baju ini sangat lucu. Kalau anak kita laki – laki dan memakai baju ini pasti akan sangat tampan sekali seperti kamu,” ujar Intan pada Ricko.

“Apa kamu bilang barusan? Kamu bilang aku tampan?” tanya Ricko sambil tersenyum senang.

“Tidak, aku tidak bilang seperti itu,” elak Intan.

“Sudah akui saja kalau aku memang tampan,hahaha..” balas Ricko. Ia merasa senang karena ini pertama kalinya Intan memuji ketampanannya.

“Ge-er,” ujar Intan lalu pergi dari baby shop itu.

“Enggak jadi beli baju baby-nya?” tanya Ricko sambil mengikuti Intan.

“Enggak, buat apa beli sekarang? Kita aja masih belum tahu jenis kelamin anak kita apa,” jawab Intan menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang menatap Ricko. Ricko pun membenarkan kata – kata Intan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.